Senin, 03 Juli 2017

Mau Ziarah, Wanita Ini Kaget Kuburan Bayinya Tiba-Tiba Hilang, Yang Terjadi Ternyata..

Baca Juga

Baca Juga

Mau Ziarah, Wanita Ini Kaget Kuburan Bayinya Tiba-Tiba Hilang, Yang Terjadi Ternyata..

Mau Ziarah, Wanita Ini Kaget Kuburan Bayinya Tiba-Tiba Hilang, Yang Terjadi Ternyata.. 

Pergi ziarah sudah menjadi suatu rutinitas warga pada momen hari raya Idul Fitri.
Kebiasaan, setelah melaksanakan salat Id warga akan bersalam-salaman dan bergegas berziarah ke kuburan.

Belum jelas asal usul budaya yang selalu dilakukan setiap tahun ini.
Apakah memang sesuai anjuran dalam agama Islam, atau budaya yang terus dipertahankan.
Bicara masalah ziarah, Sripo masih kuat mengingat kisah bagaimana kuburan warga bisa hilang saat diziarahi keluarga.

Kejadian itu menjadi berita eklusif di Sripo tahun lalu bagaimana banyak warga tampak linglung ketika ziarah ke makam keluarganya.
Ternyata ada rahasia terungkap setelah ditelusuri.

Berikut cerita Nursi yang bingung mengapa kuburan anaknya.
Nursi (56) sempat bertanya-tanya dalam hatinya apakah dirinya memang lupa atau tidak saat mencari makam anaknya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Puncak Sekuning, Palembang.
Namun setelah meyakinkan dirinya dan ingat betul dimana kuburan anaknya, Nursi kaget bukan kepalang saat mengetahui makam kuburan anaknya sudah hilang tanpa jejak.
"Saya tahunya pas lebaran haji (Idul Adha) kemarin. Waktu untuk mau ziarah, tapi ternyata kuburan anak saya sudah tidak ada lagi dan digantikan makam orang lain. Saya bingung mengapa bisa begini," ujar Nursi, seorang ibu rumah tangga yang tercatat sebagai warga Jalan Kapten Rivai Palembang, saat dibincangi Sripo Sabtu (17/9/2016).

Merasa belum puas dan berharap dirinya memang lupa, Nursi pun kembali mengelilingi area pemakaman untuk meyakinkan dirinya sendiri.
Namun tetap saja Nursi tak menemukan pedapuran makam anaknya.
Nursi mengakui, ukuran pedapuran makam anaknya memang kecil yang panjangnya tak sampai satu meter.

Batu nisannya pun terbuat dari cor semen dan bukan dari keramik.
"Anak saya itu meninggal dunia tahun 1984, waktu itu masih bayi berusia tiga bulan. Memang sejak tahun 2000-an saya jarang ziarah, tapi setiap lebaran pasti ziarah. Waktu bulan puasa tahun kemarin saya ziarah dan makam kuburan anak saya masih ada, barulah terakhir kali lebaran haji kemarin kuburannya sudah tidak ada," ujar Nursi.

Nursi memberitahukan kepada suaminya perihal makam anak mereka sudah tidak ada dan ditumpangi makam orang lain.
Bersama suaminya, Nursi pun bertanya kepada tukang gali kubur TPU Puncak Sekuning.
Namun Nursi mendapatkan jawaban kurang jelas dari tukang gali kubur.
"Saya tanya dengan tukang gali kubur, dijawabnya tidak tahu. Mungkin katanya makam anak saya itu tidak diurus lagi dan juga makam bayi, jadi digali lagi buat kuburan yang baru," ujarnya.
Berbeda dengan Riswanti, warga sekitar kawasan TPU Puncak Sekuning.
Meski ada makam yang tumpang tindih, namun Riswanti rutin memeriksa makam keluarganya paling tidak tiga hari sekali.

Riswanti pun merasa was-was lantaran makam keluarganya tidak memakai pedapuran atau batu nisan seperti makam kuburan lainnya.
"Makam keluarga saya ini berada diantara makam orang lain yang dipasang keramik. Makam keluarga saya hanya ditandai botol sebagai batu nisan. Untuk memasang keramik, saya tidak ada biaya," ujarnya.

Sementara itu saat Sripo mendatangi Pos Pengawas TPU Puncak Sekuning yang berada di bawah naungan DPJPP Kota Palembang, Yancik (60), petugas pengawas, membantah jika ada makam tumpang tindih di tempat yang ia kelola.
Ia menyakinkan bahwa setiap ada makam yang baru, Yancik selalu mengecek langsung.




"Selama saya mengawasi, tidak ada yang tumpang tindih meskipun itu makam yang lama atau makam bayi.Memang saya cek tukang gali kubur, kondisinya sudah ada lobang. Untuk bentuk semulanya sebelum digali saya tidak tahu dan saya tidak ingat betul," ujarnya.

Yancik mengakui, TPU Puncak Sekuning memiliki luas sekitar lima hektar dan sejarahnya dibuka sekitar tahun 1918.
Untuk jumlah persisnya berapa total makam di TPU ini, mungkin sudah mencapai ratusan ribu makam.

Sejak dari dulu memang banyak warga yang berprofesi sebagai jasa tukang gali kubur.
Namun itu pengawasan tukang gali kubur bukan kewenangannya.
"Kalau tukang gali kubur yang dalam pengawasan saja ada delapan orang. Memang ada tukang gali kubur lainnya yang bisa dikatakan liar, tapi saya tidak begitu mengawasinya,"
"Karena mereka juga mencari rezeki sebagai tukang gali kubur. Pastinya sampai saat ini tidak ada kuburan yang tumpang tindih di TPU Puncak Sekuning," ujar Yancik yang sudah menjadi pengawas TPU Puncak Sekuning sejak tahun 1978.

Tolak Makamkan Bayi
DALAM pengawasannya, Yancik yang sudah menjadi lama menjadi pengawas makam di Puncak Sekuning, Palembang, selalu memperketat izin untuk pemakaman.
Terutama jika untuk pemakaman bayi yang baru meninggal dunia.

Yancik mengaku beberapa kali menolak warga yang hendak memakamkan bayi karena syarat-syaratnya tidak lengkap.
Padahal syaratnya cuma nama bayi yang meninggal dan Kartu Keluarga dari si orangtua bayi yang meninggal dunia.
"Saya pernah menolak ada bayi dimakamkan, karena takutnya nanti hasil aborsi dan takutnya saya juga bisa dilaporkan ke polisi,"
"Waktu itu orang itu mau menguburkan bayi tanpa nama, sesuai aturannya izin makam baru harus ada nama,"
"Jadi dalam menjalankan tugas saya sebagai pengawas kuburan ini, saya jalankan sesuai aturan hukum dan saya selalu berkoordinasi dengan Polsek setempat," jelas Yancik.

Ia menambahkan, sesuai aturannya, setiap pihak keluarga yang akan memakamkan keluarganya yang meninggal dunia di TPU Puncak Sekuning, seharusnya melapor ke pos pengawas TPU.
Namun kenyataannya masih sedikit kesadaran masyarakat yang melapor.
Bahkan jika terhitung sudah tiga tahun dimakamkan, sesuai peraturannya pihak keluarga makam harus kembali melapor.
"Masih sedikit pihak keluarga yang melapor kembali izin makam. Padahal sesuai aturannya, jika tiga tahun tidak melapor, makam boleh dibongkar,"
"Tapi kalau saya tidak lakukan, karena mungkin saja pihak keluarga tidak ada di Palembang," ujarnya.

Dua Jenazah Satu Liang? Tergantung Kondisi Mayit
SAIM MARHADAN, Ketua MUI Kota Palembang mengatakan membongkar kuburan muslimin merupakan tindakan yang tidak diperbolehkan kecuali setelah lumat dan menjadi hancur.
Hal itu dikarenakan membongkar kuburan menyebabkan pecahnya jasad mayit dan tulangnya.
Belum lagi saat dilakukan pengalian terhadap kuburan tersebut kerap kali berpotensi menimbulkan fitnah.
Kebiasaan orang kita banyak menimbulkan cerita macam-macam seperti kuburan si A beginilah begitulah.

Untuk menghindari hal ini alangkah baiknya tak melakukan pembongkaran kuburan yang sudah ada.
Memang tak bisa ditentukan kapan waktu tulang belulang dan bagian tubuh manusia yang lunak menyatu dengan tanah.
Ini bisa berbeda-beda berdasarkan kondisi tanah tempat pemakaman.
Ada tanah padang pasir yang kering dimana mayat tetap utuh di dalamnya masya Allah sampai sekian tahun.

Ada pula tanah yang lembab yang jasad cepat hancur, sehingga tidak mungkin meletakkan patokan untuk menentukan dengan tahun tertentu untuk mengetahui hancurnya jasad.
Lebih baik menghindari hal demikian, apalagi dalam satu liang lahad terdapat dua jenazah yang berbeda keluarga, yang bisa menimbulkan masalah lainnya.

Oleh karena itu sebaiknya petugas pemakaman memastikan lahan yang disediakan menjadi lahan kuburan benar benar kosong.
Jangan sampai ada warga yang dirugikan kehilangan sanak keluarganya karena kuburannya sudah digantikan
dengan kuburan yang baru.

sumber: palembang.tribunnews.com

Baca Juga

loading...

Related Posts

Mau Ziarah, Wanita Ini Kaget Kuburan Bayinya Tiba-Tiba Hilang, Yang Terjadi Ternyata..
4/ 5
Oleh